Selasa, 27 Oktober 2015

MAKALAH MEDIA DAN BUDAYA

MAKALAH
MEDIA DAN BUDAYA
(Arus Industrialisasi Budaya Dan Media Dalam Masyarakat Jaringan Dikaitkan Dengan Orientasi Politik Dan Orientasi Komersial)



Oleh
Nama : Hendrika Aflrida Atagoran
Nomor Regis : 43114053


UNIVERSITAS KHATOLIK WIDYA MANDIRA
(UNWIRA) KUPANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
(JURUSAN ILMU KOMUNIKASI-PR)








KATA PENGANTAR


           Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat-Nya sehingga, makalah yang bertemakan “ARUS INDUSTRIALISASI MEDIA DAN BUDAYA DALAM MASYARAKAT JARINGAN DIKAITKAN DENGAN ORIENTASI POLITIK DAN ORIENTASI KOMERSIAL” ini dapat diselesaikan dengan baik.Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai UTS pada mata kuliah Media Dan Budaya sebagai pengetahuan untuk kita semua.
Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam mencari ilmu dan untuk para pembaca semua dalam menambah pengetahuan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.









Kupang, Oktober 2015

          Penulis




BAB I
PEMBAHASAN

·               Media Dan Budaya
            Media pada hakikatnya telah  benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media tadi. Perjalanan sebuah media yang mengisi hari-hari atau hidup manusia sudah sebegitu hebatnya merasuki kehidupan paling pribadi dari manusia itu sendiri sampai media atau teknologi bisa dikatakan sebagai perpanjangan dari diri kita atau ekstensi. Hal ini memperlihatkan kebodohan‖ manusia di hadapan teknologi dimana hanya bisa diam termangu dan cenderung pasrah akan segala serangan yang diberikan. Dalam hal inilah sebuah teknologi dapat dikatakan sebagai suatu hal yang buruk (padahal sebelumnya, teknologi adalah wujud  benda yang netral), dan justru meng-amputasi beberapa skill atau kemampuan kita
           Perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan media tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya dari masyarakat suku yang belum mengenal huruf menuju masyarakat yang memakai peralatan komunikasi cetak, ke masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik.
Budaya kita dibentuk oleh bagaimana cara kita  berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa tahapan yang layak disimak. Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kedua, perubahan di dalam jenis- jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga, bahwa kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk  berkomunikasi yang kita gunakan itu akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri.

·                     Desa global (Global Village) Dalam Masyarakat Jaringan

           Desa Global  adalah konsep mengenai perkembangan teknologi komunikasi di mana dunia dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar. Desa Global menjelaskan bahwa tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat, menggunakan teknologi internet.
         Indonesia telah mengalami penglobalan dalam bidang informasi, sejak kemunculan internet pada  pertengahan 90-an. Melalui internet dan televisi membuat masyarakat sumatera utara mengetahui apa yang sedang terjadi di Jakarta, begitu juga penduduk Jakarta yang dapat melihat apa yang sedang terjadi di Indonesia bagian Timur. Melalui internet, masyarakat antar satu kelompok dapat berhubungan dengan kelompok lain di dunia maya, contohnya komunitas pendukung batik sebagai warisan budaya bangsa dapat berkontek-kontekan dengan komunitas pendukung candi Borobudur sebagai salah satu dari tujuh keajabiaan dunia.
  
·         orientasi politik 

          masyarakat mengidentifikasikan diri mereka terhadap simbol-simbol dan lembaga-lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang dimilikinya. Dengan adanya orientasi tersebut, maka masyarakat memiliki dan mempertanyakan tempat dan peranan mereka dalam sistem politik. Hal ini selaras dengan salah satu makna dari budaya politik itu sendiri, yaitu orientasi masyarakat terhadap objek politik.

·         Orientasi komersial( media)

       Media merupakan bentuk dari organisasi dan industri, menjadikan beberapa media menyiarkan conten yang lebih mendatangkan rupiah ketimbang mendidik atau melakukan persuasi politik terhadap pemirsanya. Oplag dan rating menjadi tujua utama media masa dalam meraup nilai commercial break yang tinggi tanpa harus mementingkan conten siaran. Secara ukuran ekonomi oplag dan rating memang menjadi acuan kesuksesan sebuah media, namun bukan tolak ukur kualitas conten media.
        Orientasi komersial dalam media terjadi ketika pemilik media mengukur keuksesan medianya dengan Oplag dan Rating. Karya jurnalistik sudah tidak menarik untuk digunakan menaikan oplag dan rating, Edukasi  pun sama. Maka hiburan adalah tambang emas bagi mereka untuk merauk banyak audiens.
      Penyebab terjadinya orientasi komersil media karena persaingan yang ketat dan dipengaruhi oleh kepemilikan media yang terpusat pada segelintir orang dan kelompok. Pada akhirnya kepemilikan media pada seglintir orang dan kelompok (grup) akan mengarah pada konglomerasi media
Contoh Pengelompokan media di Indonesia :
MNC Grup : RCTI, Global TV, dan MNC TV (TPI), Koran Sindo, Radio Dangdut TPI, MNC Sport, Trijaya (Sindo FM), Global Radio, Okezone.com, Sun TV, Indovision, Sindo TV, Majalah Trust, Majalah High n Teen dan MNC Life Blizt Megaplex)
VIVA Group : TVOne, ANTV dan VIVANews.com
Surya Citra  Media (SCM) : SCTV, Idosiar, O-Channel, dan Liputan6.com
Media Group : Metro TV, Media Indonesia, Lampung Pos (hotel papandayan)
Trans Corp : Transs TV, Trans 7, Detik.com, Trans Studio (Para Group : Carrefour, Bank Mega, Pra Finance, Coffea Bean, Baskin Robbin, Mango, Seibu)
Berita Satu Media Holding bekerjasama dengan First Media dan Sitra wimax menaungi 12 media, a.l : Berita Satu.com, Jakarta Globe, Investor Daily, Suara Pembaruan, Campus Life dll.
Gramedia Group : Kompas Group (koran2 tersebar di berbagai daerah seluruh Indonesia dengan label Tribun, misal Tribun Pekanbaru), Tabloit Bola, Tabloit Nova, Kompas.com Kompas TV, Warta Kota. Kepemilikan di luar media : Grafiti Pers, Elek MEdia Komputido, Jaringan Toko Buku Gramedia, Trimedia Bookstore, Hotel Santika, Hotel Amaris, ELTI, UMN.
JAWAPOS GROUP : JPNN (Jawa Pos News Network - kantor berita, JPNN.com), JPMC (Jawa Pos Multimedia Center), Jawa Pos, Indo Pos, Rakyat MErdeka, Lampu Hijau, Koran Nonstop. Koran-koran lainnya di bawah grup POS seperti : Tangsel Pos, Riau Pos dan Koran dengan lebel RADAR seperti Radar Bogor, Radar Purwokerto, TV Lokal seperti : JTV di Jawa Timur, Riau TVdi Riau, Majalah RM, Tabloid Nyata dll.



DARI PEMBAHASAN DI ATAS MELIBATKAN:

 Media sebagai guru

               Di era serba canggih seperti sekarang, belajar tidak lagi dibatasi sekat-sekat ruang, dan waktu. Dengan adanya teknologi internet memungkinkan terjadinya proses pembelajaran tanpa harus harus ada seseorang yang mengajar secara langsung. Seorang siswa dapat memanfaatkan blog atau website untuk mencari informasi atau memperkaya materi yang diajarkan oleh gurunya di kelas. Seorang guru juga bisa membuat blog lalu menjadikannya sebagai media dan sumber belajar untuk menuntaskan dahaga ilmu pengetahuan murid-muridnya.
        Satu hal yang paling mendasar yang membedakan pembelajaran menggunakan internet (e-learning) dengan pembelajaran konvensional atau klasikal adalah dalam hal fleksibilitasnya. Melalui media pembelajaran berbasis blog materi pembelajaran dapat diakses kapan saja dan dari mana saja, di samping itu materi juga dapat diperkaya dengan berbagai sumber belajar termasuk multimedia. Blog bisa menjadi perpustakaan yang mudah dan lengkap bagi orang-orang yang haus ilmu pengetahuan. Tetapi tidak dipungkiri, internet ibarat pisau bermata dua, salah menggunakannya justru akan melukai diri sendiri. Pengguna internet di Indonesia memang terus bertambah, tapi pemakaian internet masih sering hanya digunakan sebagai ajang hura-hura, perayaan identitas, bahkan disalahgunakan untuk hal-hal yang negatif. Menghindari teknologi internet tentu saja merupakan hal yang mustahil. Dan karenanya dibutuhkan peran orang tua dan guru untuk membimbing putra-putra bangsa agar dapat menggunakan internet dengan lebih  bijak, salah satunya menjadikannya sebagai media pembelajaran.
       Dengan menjadikan blog sebagai media pembelajaran, guru dapat menuliskan materi pelajaran maupun pengayaan materi melalui blog pribadinya. Guru juga bisa memberikan tugas tambahan bagi peserta didik, bahkan melakukan ulangan harian online. Dengan media blog pula antara guru dan siswa dapat saling berkomunikasi, berdiskusi, tentang apa saja, khususnya seputar materi pelajaran.
      Memanfaatkan blog sebagai media pembelajaran dapat memotivasi siswa untuk giat dalam belajar. Internet adalah dunia yang sudah sangat akrab bagi digital native atau generasi digital. Dengan demikian memotivasi siswa dengan dunia yang mereka gandrungi dan akrabi merupakan langkah yang tepat.

·                     Media Sebagai Tuhan

           Perjalanan manusia dan teknologi dalam sebuah determinasi teknologi merupakan perjalanan dua arah. Dalam perjalanan pertama, adanya masyarakat yang mulai berubah baik dari segi peradaban, pengetahuan dan kebudayaan menjadi lebih maju dan modern, maka membutuhkan dan melahirkan suatu model komunikasi dan didukung oleh teknologi yang berbeda. Apa yang ia  pikirkan dan lakukan merupakan perbuatan aktif yang dijalani secara sadar demi memenuhi kebutuhan hidupnya baik oleh kebutuhan primer, sekunder ataupun informasi. Hal ini yang menjadikan manusia tetap adalah dewa dalam hidupnya dimana apapun yang dilakukan merupakan penyesuaian dengan lingkungan yang senantiasa berubah dan dinamis dari waktu ke waktu. Proses perjalanan seperti ini kiranya tidak terlalu mengharukan atau masih bisa diterima oleh akal sehat lantaran mengutamakan manusia sebagai makhluk hidup paling sempurna dan mulia ketimbang makhluk lainnya.
Tetapi fase selanjutnya yang merupakan arah kebalikannya, menjabarkan bahwa teknolog/mediai layaknya ―Tuhan‖ dari perjalanan hidup yang dilakukan oleh manusia dari hari ke hari. Manusia dianggap sebagai orang yang pasif dan hanya menerima apa saja yang disodorkan oleh teknologi/media.
Walaupun teknologi itu adalah buatan manusia, tetapi manusia berbalik menjadi penyembah teknologi, Apapun yang dilakukan tidak jauh dan tidak boleh terlepas dari apa yang disampaikan oleh teknologi. Apa yang boleh dan tidak boleh, layak dan tidak layak untuk diperbuat mengacu  pada apa yang disampaikan oleh teknologi. Pemanfaatan ini seperti memberikan pentunjuk  bahwa manusia sendiri juga dimanfaatkan oleh teknologi, dimana teknologi juga bukan merupakan perpanjangan tangan yang netral melainkan mengandung beragam kepentingan di dalamnya. Secara perlahan namun pasti, teknologi yang di-dewa-kan tersebut mengantarkan  pada perubahan masyarakat dan untuk kemudian, berbalik pada siklus yaitu mempengaruhi  perkembangan teknologi.

·                     Media sebagai cermin

            Kita ketahui, bahwa film bisa mengkonstruksi penontonya untuk bercerita sebuah hal, yang sejatinya bisa jadi adalah rekonstruksi realitas sosial. Jika diambil contoh pada film “G30S PKI”, disana menceritakan bagaimana era negeri ini disaat gunjang – ganjing perserteruan adanya PKI. Bahkan pada beberapa tahun sebelumnya, film ini sempat dilarang edar tayang karena dianggap membelokkan sejarah. Tetapi pada realitas yang kita ketahui, sejarah yang ditulis pada buku – buku sejarah ktia pada saat sekolah, berbeda dengan apa yang disajikan film tersebut. Contoh lainnya, banyak film yang menampilkan cerita cinta beda agama. Dimana pada film dengan cerita – cerita seperti ini, tentunya menjadi cerminan budaya kita yang mungkin pada generasi sebelumnya, terdapat keluarga yang menikah beda agama. Bahkan hingga kinin masih ada yang pacaran beda agama. Tentunya melalui film kita bisa belajar, bahwa mengenai resiko perbedaan keyakinan tersebut seperti apa, walaupun kembali lagi pada keyakinan batin yang kita pegang. Dalam sebuah seminar diskusi, pernah saya sampaikan bahwa pacaran beda agama itu endingnya cuma ada, yaitu; ganti Tuhan atau ganti agama.
            Film sebagai budaya visual mulai makin berkembang di ranah film pendek. Dengan perkembangan digital teknologi yang makin canggih, pemenang festival film pendek Indonesia tahun 2014, dengan judul Onomastika, bercerita tentang seorang pria yang mempunya anak sebanyak tiga puluh (30) lebiht tapi tidak menghafal semua nama anaknya. Hal itu menjadikan konflik bagi salah satu anak yang mulai membahas budaya dalam keluarga suku tersebut. Hal ini menjadikan film sebagai media storytelling untuk mengetahui perkembangan dearah terpencil dan kurang perhatian.

·                     Media sebagai ritual

             Lambat laun, manusia menciptakan suatu alat atau media sebagai sarana mempermudah pencapaian komunikasi. Kemudian media-media tersebut dalam perkembangannya, bukan hanya sebagai alat interaksi antar manusia semata, namun juga digunakan sebagai media ritual, misalnya saja asap yang digunakan dalam pemanggilan roh nenek moyang, lonceng pada perayaan paskah umat Katolik, dan lain sebagainya. Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup.
             Maka tidak heran dalam semua jenis ritual tradisional, membutuhkan media-media perantara. Alat yang justru sering digunakan adalah alat komunikasi tradisional, karena ritual lahir dari kebudayaan tradisional yang sejak ada dari zaman prasejarah. Oleh karena itu, pemikiran pada suatu media tertentu dianggap satu-satunya media yang memiliki efek atau hasil tersendiri pada suatu ritual tertentu dan kedudukan media tersebut sering kali tidak dapat digantikan, apa lagi digantikan kegunaannya dengan alat komunikasi modern. Misalnya saja lonceng yang digunakan saat upacara agama Hindu, lonceng dapat digantikan kegunaannya dengan sirine yang lebih modern.

·                     Media sebagai representasi

Kedudukan media film juga dapat sebagai lembaga pendidikan nonformal dalam mempengaruhi dan membentuk budaya kehidupan masyarakat sehari-hari melalui kisah yang ditampilkan. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan mengkonstruksi realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis serta berperan serta dalam pelestarian budaya bangsa.
           Film menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua, menawarkan cerita, drama, humor, panggung, musik, dan trik teknis bagi konsumsi populer. Film juga hampir menjadi media massa yang sesungguhnya dalam artian bahwa film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan cepat, bahkan di wilayah pedesaan. Fenomena perkembangan film yang begitu cepat dan tak terprediksikan, membuat film kini disadari sebagai fenomena budaya yang progresif. Pencirian film sebagai “bisnis pertunjukan” dalam bentuk baru bagi pasar yang meluas bukanlah keseluruhan ceritanya. Elemen penting lain dalam sejarah film adalah penggunaan film untuk propaganda sangatlah signifikan, terutama jika diterapkan untuk tujuan nasional atau kebangsaan, berdasarkan jangkauannya yang luas, sifatnya yang riil, dampak emosional, dan popularitas
           Sebagai media komunikasi massa yang menyajikan konstruksi dan representasi sosial yang ada di dalam masyarakat,  film memiliki beberapa fungsi komunikasi diantaranya : pertama ; sebagai sarana hiburan, film dengan tujuan untuk memberikan hiburan kepada khalayaknya dengan isi cerita film, geraknya, keindahannya, suara dan sebagainya agar penonton mendapat kepuasan secara psikologis. Kedua ; sebagai penerangan, film ini yang memberikan penjelasan kepada penonton tentang suatu hal atau permasalahan, sehingga penonton mendapat kejelasan atau paham tentang hal tersebut dan dapat melaksanakannya. Ketiga ; sebagai propaganda film mengarah pada sasaran utama untuk mempengaruhi khalayak atau penontonnya, agar khalayak mau menerima atau menolak pesan, sesuai dengan keinginan si pembuat film.




BAB II

PENUTUP

Kesimpulan

Media pada hakikatnya telah  benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media tadi.

Indonesia telah mengalami penglobalan dalam bidang informasi, sejak kemunculan internet pada  pertengahan 90-an. Dengan adanya orientasi politik, maka masyarakat memiliki dan mempertanyakan tempat dan peranan mereka dalam sistem politik

Media merupakan bentuk dari organisasi dan industri, menjadikan beberapa media menyiarkan conten yang lebih mendatangkan rupiah ketimbang mendidik atau melakukan persuasi politik terhadap pemirsanya

Minggu, 18 Oktober 2015

Benda-Benda Artefak Hasil Kebudayaan

BENDA-BENDA ARTEFAK HASIL KEBUDAYAAN

   a.   Gerabah
Dalam masa peundagian, pembuatan barang-barang gerabah makin maju dan kegunaan gerabah semakin meningkat. Walaupun masa perundagian peranan perunggu dan besi sangat penting, namun peranan gerabah pun dalam kehidupan masyarakat masih sangat penting dan fungsinya tidak dapat dengan mudah digantikan oleh alat-alat yang terbuat dari logam.

Pada umumnya gerabah dibuat untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari. Dalam upacara keagamaan gerabah digunakan sebagai tempayan kubur, tempat bekal kubur atau tempat sesaji. Cara pembuatan gerabah pada masa perundagian lebih maju dari pada masa bercocok tanam. Pada masa perundagian ada adat kebiasaan untuk menempatkan tulang-tulang mayat dalam tempayan-tempayan besar. Dengan adanya kebiasaan ini menunjukan bahwa teknik pembuatan gerabah lebih tinggi.


Bukti-bukti peninggalan benda-benda gerabah ditemukan di Kendenglembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Kalumpang dan Minanga Sapakka (Sulawesi Tengah) dan sekitar bekas danau Bandung. 


Di Indonesia penggunaan roda putar dan tatap batu dalam pembuatan barang gerabah berkembang lebih pesat dalam masa perundagian (logam), bahkan di beberapa tempat masih dilanjutkan sampai sekarang. Dari temuan benda-benda gerabah di Kendenglembu dapat diketahui tentang bentuk-bentuk periuk yang kebulat- bulatan dengan bibir yang melipat ke luar. 

Menurut dugaan para ahli, gerabah semacam itu dibuat oleh kelompok petani yang selalu terikat dalam hubungan sosial ekonomi dan kegiatan ritual. Dalam pembuatan gerabah karena lebih mudah memberi bentuk, maka dapat berkembang seni hias maupun bentuknya. Di samping barang-barang gerabah di Kalimantan Tenggara (Ampah) dan di Sulawesi Tengah (Kalumpang dan Minanga Sipakka) ditemukan alat pemukul kulit kayu dari batu. 

Kegunaan alat ini ialah untuk menyiapkan bahan pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus. Alat pemukul kulit kayu sekarang masih digunakan di Sulawesi. Gerabah pada masa perundagian banyak sekali ditemukan di Buni (Bekasi, Jawa Barat). Di tempat ini telah dilakukan penggalian percobaan yang dikerjakan oleh R.P.Suyono dan Basuki pada tahun 1961. Di tempat ini gerabah ditemukan bersama-sama dengan tulang-tulang manusia. 

Sistem penguburan di sini adalah sistem penguburan langsung (tanpa tempayan kubur untuk tempat tulang-tulang mayat). Selain gerabah ditemukan pula beliung persegi, barang-barang dari logam dan besi. Warna gerabah yang ditemukan adalah kemerah-merahan dan keabu-abuan. Selain di Bekasi, gerabah juga ditemukan di Bogor (Jawa Barat), Gilimanuk (ujung barat pulau Bali), Kalumpang (Sulawesi Tengah), Melolo (Sumba), dan Anyer (Jawa Barat).

B. Kapak Corong
Hasil-hasil kebudayaan perunggu di Indonesia adalah kapak corong dan nekara. Kapak corong banyak sekali jenisnya, ada yang kecil bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, bulat dan ada pula yang panjang serta sisinya atau disebut candrana.

Di lihat dari bentuknya, kapak-kapak corong tersebut tentunya tidak digunakan sebagaimana kapak, melainkan sebagai alat kebesaran atau benda upacara. Hal ini menunjukkan bahwa kapak corong yang ditemukan di Indonesia peninggalan zaman perunggu memiliki nilai-nilai sakral atau nilai religi. Bentuk-bentuk corong tersebut ditemukan di Irian Barat dan sekarang disimpan di Belanda. Sedangkan kapak upacara yang ditemukan pada tahun 1903 oleh ekspedisi Wichman di Sentani disimpan di musium lembaga kebudayaan Indonesia di Jakarta.


C. Kapak Perunggu
Di Indonesia kapak perunggu yang ditemukan memiliki bentuk tersendiri. Kapak perunggu memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Di lihat dari pengggunaannya, maka kapak perunggu dapat berfungsi sebagai alat
upacara atau benda pusaka dan sebagai pekakas atau alat untuk bekerja. Secara Tipologik, kapak perunggu digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: kapak corong dan kapak upacara. Umumnya kapak perunggu yang terdapat di Indonesia mempunyai semacam corong untuk memasukan kayu tangkai. 


Oleh karena bentuknya menyerupai kaki orang yang bersepatu, maka dinamakan “kapak sepatu”. Kapak perunggu tersebut ada yang diberi hiasan dan tanpa hiasan. Pada candrasa yang ditemukan di daerah Yogyakarta, di dekat tungkainya terdapat lukisan yang sangat menarik yaitu seekor burung terbang memegang sebuah candrasa yang tangkainya sangat pendek.

Adapun cara pembuatan kapak-kapak perunggu atau corong, banyak tanda-tanda yang menunjukan teknik a cire perdue. Di dekat Bandung ditemukan cetakan-cetakan dari tanah bakar untuk menuangkan kapak
corong. Penyelidikan menyatakan bahwa yang dicetak adalah bukan logamnya, melainkan tentunya kapak yang dibuat dari lilin, ialah yang menjadi model dari kapak logamnya.


Daerah-daerah temuan kapak perunggu di Indonesia adalah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Selatan, Bali, Flores, pulau Roti dan Irian Jaya dekat Danau Sentani. Kapak perunggu atau corong yang ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar dan Irian dekat Danau Sentani memiliki beragam jenis. Ada yang kecil dan bersahaja; ada yang besar dan memakai hiasan; ada yang pendek lebar; ada yang bulat, dan adapula yang panjang satu sisinya. Yang panjang satu sisinya disebut Candrasa.

D. Bejana Perunggu
Temuan bejana perunggu di Indonesia hanya sedikit. Daerah tempat penemuannya tidak tersebar. Penemuan bejana perunggu ini hanya ditemukan di daerah Sumatera dan Madura. Bejana perunggu ini memiliki bentuk yang bulat panjang, seperti keranjang tempat ikan yang biasa digunakan oleh para pencari ikan di sungai (kepis) atau menyerupai bentuk gitar model Spanyol tanpa tangkai. Bejana yang di temukan di Kerinci (Sumatera) memiliki panjang 50,8 cm dan lebar 37 cm. Sedang bejana yang di temukan di Sampang lebih tinggi dan lebar ukurannya yaitu tingginya 90 cm dan lebar 54 cm.

E . Nekara Perunggu
Nekara pun dianggap sebagai benda suci yang digunakan pada saat upacara saja. Hal ini diperjelas dengan ditemukannya nekara di berbagai daerah dan diantaranya sampai sekarang masih tersimpan di Bali dengan ukuran 1,86 meter disimpan di sebuah pura di desa Intaran yaitu pure penataran sasil.

Nekara merupakan benda-benda atau alat-alat yang ada dalam kegiatan upacara yang berfungsi untuk genderang waktu perang, waktu upacara pemakamam, untuk upacara minta hujan, dan sebagai benda pusaka (benda keramat).


Nekara perunggu banyak sekali ditemukan di daerah Nusantara. Di pulau Bima dan Sumbawa, nekara-nekara perunggu memakai pola hiasan berupa orang-orang yang sedang menari dengan memakai hiasan bulu burung dan terdapat hiasan perahu. Hiasan perahu tersebut diduga merupakan perahu jenazah yang membawa arwah orang yang telah meninggal. 


Di Pulau Alor banyak nekara berukuran lebih kecil dan ramping dari pada yang ditemukan di tempat-tempat lain. Nekara yang ditemukan di Alor diberi nama Moko. Menurut penelitian dikatakan bahwa moko itu dibuat di Gresik dan kemudian di bawa oleh orang-orang Bugis ke daerahnya. Di bawa ke Nusa Tenggara sebagai barang dagangan.

f. Patung-Patung Perunggu
Bentuk patung perunggu bermacam-macam bentuknya. Ada yang berbentuk orang atau hewan. Patung yang berbentuk orang menggambarkan orang yang sedang menari, orang yang sedang berdiri, sedang naik kuda dan ada yang memegang panah. Patung perunggu ini tenyata banyak juga ditemukan di Indonesia. Arcaraca
yang berbentuk orang atau hewan telah ditemukan di daerah Bangkinan (propinsi Riau), Lumajang (Jawa Timur), Bogor (Jawa Barat), dan Palembang (Sumatera Selatan) Jenis patung ada dua, yakni patung orang dan patung binatang, berupa kerbau. Patung orang atau boneka perunggu ini ditemukan di Bangkinang
daerah provinsi Riau daratan. Sedangkan yang berbentuk hewan ditemukan di Limbangan daerah Bogor.



 

g. Gelang Dan Cincin Perunggu
Gelang perunggu dan cincin perunggu pada umumnya tanpa hiasan. Tetapi ada juga yang dihias dengan pola geometrik atau pola binatang. Bentuk-bentuk hiasa yang kecil mungkin dipergunakan sebagai alat tukar atau
benda puasaka. Ada juga mata cincin yang bernetuk seekor kambing jantan yang ditemukan di Kedu (Jawa Tengah). Bandul (mata) kalung yang berbentuk kepala orang ditemukan di Bogor. Ada pula kelintingan perunggu berukuran kecil yang berbentuk kerucut, silinder-silinder kecil dari perunggu, yang tiap ujung silinder ada yang berbentuk kepala kuda, burung, kijang. Kelintingan perunggu banyak ditemukan di Malang (Jawa Timur). Di samping perhiasan dari perunggu juga ada yang berbentuk belati, ujung tombak, ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta Flores.


h. Benda-Benda Perunggu Lainnya
Benda-benda yang terbuat dari perunggu mempunyai nilai seni yang tinggi seperti yang ditemukan berupa jelang kaki atau benggel, gelang, anting-anting, kalung, dan cincin. Di samping itu, seni menuang patung sudah ada dengan ditemukannya patung-patung, juga memiliki nilai ekonomi dengan ditemukannya cincin dengan lubang kecil yang diperkirakan sebagai alat tukar.
 

Untuk menetapkan benda-benda yang terbuat dari perunggu diperlukan suatu teknologi. Dengan menempa logam untuk dijadikan sebuah benda yang didinginkan terlebih dahulu harus melebur bijih menjadi lempengan
logam, sedangkan proses peleburan diperlukan panas dengan suhu yang tinggi. Kesemuanya meliputi jenis:

• Ujung tombak ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
• Pisau belati, ditemukan di Jawa Timur dan Flores.
• Mata pancing ditemukan di Gilimanuk di Bali.
• Ikat pinggang berpola hias geometris ditemukan di Prajekan di Jawa Timur.
• Penutup lengan ditemukan di Bangkinang dan Bali.
• Bandul kalung berbentuk manusia ditemukan di Bogor.
• Silinder-silinder kecil bagian dari kalung ditemukan di Malang.
• Kelintingan kecil berbentuk kerucut, ditemukan di Bali.


i. Manik-Manik

Manik-manik sebagai hasil hiasan sesungguhnya sudah lama di kenal masyarakat Indonesia. Manik-manik di Indonesia memegang peranan penting. Manik-manik digunakan sebagai bekal kubur, benda pusaka, juga dipergunakan sebagai alat tukar. Manik-manik ditemukan hampir di setiap penggalian, terutama di daerah-daerah penemuan kubur prasejarah seperti Pasemah, Jawa Barat, Gunung Kidul (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Besuki (Jawa Timur), dan Gilimanuk (Bali).


Manik-manik di Indonesia yang pernah ditemukan bermacam-macam bentuk dan ukurannya. Ukuran yang biasa adalah bulat, silinder, bulat panjang, lonjong telor, persegi enam, dan sebagainya. Warna-warna yang umum pada manik-manik tersebut adalah biru, merah. Kuning, hujau atau merupakan kombinasi dari warna-warna itu. Beberapa manik-manik yang berwarna hitam ditemukan di Sangir, yang terbuat dari batu andesit.



j. Benda-Benda Besi

Berbeda dengan penemuan benda-benda perunggu, maka penemuan benda-benda besi terbatas jumlahnya. Benda-benda besi di gunakan sebagai bekal kubur, misalnya yang ditemukan di kubur-kubur prasejarah di Wonosari (Jawa Tengah) dan Besuki (Jawa Timur).

Jenis-jenis alat besi dapat digolongkan sebagai prkakas kerja sehari-hari dan sebagai senjata. Sebagian temuan hanya berupa fragmen-fragmen yang sukar ditentukan macam bendanya dan sebagian lagi memperlihatkan bentuk-bentuk yang belum jelas fungsinya. Alat-alat besi yang banyak ditemukan berbentuk:
 

• Mata kapak atau sejenis beliung yang dikaitkan secara melintang pada tangkai kayu. Alat ini banyak ditemukan di daerah Gunung Kidul (Jawa Tengah). Alat yang temukan tersebut diperkirakan dipergunakan untuk menatah batu padas.
• Mata pisau dalam berbagai ukuran
• Mata sabit dalam bentuk melingkar
• Mata tembilang atau tajak
• Mata alat penyiang rumput
• Mata pedang, yang antara lain ditemukan dalam kubur peti di
• Gunung Kidul
• Mata tombak
• Tongkat dengan ujungnya berbentuk kepala orang
• Gelang-gelang besi ditemukan antara lain di daerah Banyumas dan Punung (Pacitan Jawa Tengah)


TEORI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

DEFENISI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI


KAP adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2004).
Komunikasi Interpersonal (KIP) adalah interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil (Febrina, 2008)
KIP Antara Dua Orang adalah komunikasi dari seseorang ke orang lain, dua arah interaksi verbal dan nonverbal yang menyangkut saling berbagi informasi dan perasaan.
KIP Antara Tiga Orang atau lebih, menyangkut komunikasi dari orang ke beberapa oarng lain (kelompok kecil). Masing-masing anggota menyadari keberadaan anggota lain, memiliki minat yang Pendekatan KAP
Tiga pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan:
1. Komponen-komponen utama.
2. Hubungan diadik.
3. Pengembangan

Komponen-Komponen Utama

Bittner (1985:10) menerangkan KAP berlangsung, bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice).
Menurut Barnlund (dikutip dalam Alo Liliweri: 1991), ciri-ciri mengenali KAP sebagai berikut:
1. Bersifat spontan.
2. Tidak berstruktur.
3. Kebetulan.
4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
5. Identitas keanggotaan tidak jelas.
6. Terjadi sambil lalu.

Hubungan Diadik

Hubungan diadik mengartikan KAP sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.
Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117).
Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah:
1. Spontan dan informal.
2. Saling menerima feedback secara maksimal.
3. Partisipan berperan fleksibel.
Trenholm dan Jensen (1995:227-228) mengatakan tipikal pola interaksi dalam keluarga menunjukkan jaringan komunikasi.

Pengembangan

KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga merubah sikap.

Efektifitas KAP

KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang.
Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openess).
2. Empati (empathy).
3. Dukungan (supportiveness).
4. Rasa positif (positiveness).
5. Kesetaraan (equality).
Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback positif, negatif dan netral.
Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan gagasan.
David Berlo (1997:172) mengembangkan konsep empati menjadi teori komunikasi. Empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah:
1. Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya.
2. Tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik.
3. Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespon informasi, serta mengembangkan harapan-harapan tingkah laku partisipan komunikasi.
4. Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku empati.
Berlo membagi teori empati menjadi dua:
1.Teori Penyimpulan(inference theory), orang dapat mengamati atau mengidentifikasi perilakunya sendiri.
2. Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain.
Tahapan proses empati :
1. Kelayakan (decentering).
2. Pengambilan peran (role taking).
3. Empati komuniksi (empathic communication).

Kelayakan (decentering)

Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan
mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain tersebut.
Pengambilan peran (role taking)
Mengidentifikasikan orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui
orang lain.
Tingkatan dalam pengambilan peran:
1. Tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik dari
norma dan nilai masyarakat.
2. Tingkatan sosiologis (sociological level), mendasarkan pada asumsi sebagian
kelompok budaya.
3. Tingkatan psikologis (psycological level), mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu.

Empati komunikasi (empathic communication)

Empati komunikasi meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima.
Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi dirinya.

1.      Teori fungsional.

Kata fungsional disini hakekatnya ini bukanlah sebuah teori, melainkan suatu perspektif yang dapat digunakan sebagai pijakan teori. Beberapa teori komunikasi menggunakan perspektif fungsional ini.

2.      Teori-teori Struktural dan Fungsional

Bagian ini memasukkan kelompok utama pendekatan-pendekatan yang tergabung secara samar dalam ilmu sosial. Meski makna istilah strukturalisme dan
fungsionalisme kurang begitu tepat, tetapi keduanya percaya bahwa struktur sosial adalah hal yang nyata dan berfungsi dalam cara yang dapat diamati secara objektif.
Sebagai contoh, pengamat komunikasi mungkin berasumsi bahwa hubungan personal merupakan sesuatu yang nyata dengan bagian-bagian yang disusun secara khusus, seperti juga rumah yang merupakan suatu yang nyata dengan material yang disusun sesuai rencana. Disini hubungan dilihat sebagai struktur sosial. Pengamat akan berasumsi lebih jauh bahwa hubungan yang ada bersifat tidak statis tetapi memiliki atribut seperti ikatan, ketergantungan, kekuatan, kepercayaan dan sebagainya. Meskipun strukturalisme dan fungsionalisme seringkali digabung, tetapi keduanya tetap berbeda dalam penekanannya. Strukturalisme yang berakar pada linguistik, menekankan pada organisasi bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme yang berakar pada biologi, menekankan pada cara-cara sistem yang terorganisasi bekerja untuk menunjang dirinya. Sistem terdiri atas variabel-variabel yang berhubungan timbal balik dengan variabel lain dalam sebuah fungsi network. Perubahan pada satu variabel akan mengakibatkan perubahan pada yang lain. Peletakan dua pendekatan ini secara bersama-sama menghasilkan suatu gambaran sistem sebagai struktur elemen dengan hubungan yang fungsional. Sebagai contoh, beberapa peneliti komunikasi organisasi menggunakan pendekatan struktural-fungsional dalam kerja mereka. Mereka melihat organisasi sebagai suatu sistem dimana bagian-bagian yang terkait membentuk departemen, tingkatan, perilaku umum, suasana, aktivitas kerja dan produk.

3.      Teori kebutuhan hubungan interpersonal

Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan
Salah sastu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Apakah Sistem itu ? Suatu sistem merupakan serangkaian hal yang saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan. Suatu sistem terdiri dari empat unsur. Yang pertama yaitu obyek. Obyek adalah bagian, elemen, atau variabel dari sebuah sistem. Bagian tersebut dapat berupa fisik atau abstrak atau keduanya, bergantung pada hakekat sistem. Kedua, sistem terdiri dari sifat, kualitas, atau ciri dari sistem dan obyeknya. Ketiga, suatu sisem mempunyai hubungan internal diantara obyek-obyeknya. Ini merupakan karakteristik penting yang membatasi kualitas sistem dan merupakan tema utama yang akan diuraikan secara rinci pada bab ini. Keempat, sistem mempunyai lingkungan. Sistem tidak muncul dalam ruang kosong tetapi dipengaruhi oleh lingkungannya.
Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal.

4.      Teori disonansi kognitif

Teori Leon Festinger mengenai dissonansi kognitif merupakan salah satu teori yang paling penting dalam sejarah psikologi sosial. Selama bertahun-tahun teori ini menghasilkan sejumlah riset dan mengisi aliran kritik, interpretasi, dan extrapolasi.
Festinger mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku. Tahap pertama yaitu posisi nol, atau irrelevant, kedua yaitu konsisten, atau consonant dan ketiga yaitu inkonsisten, atau dissonant. Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti yang lain. Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kes ehatan, mereka tidak berharap kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa berlaku b agi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten dan yang tidak konsisten dalam sistem psik ologis orang itu sendiri.
Dua premis yang menolak aturan teori dissonansi. Pertama yaitu bahwa dissonansi menghasilkan ketegangan atau penekanan yang menekan individu agar berubah sehingga dissonansi terkurangi. Kedua, ketika dissonansi hadir, individu tidak hanya berusaha menguranginya, melainkan juga akan menghindari situasi dimana dissonansi tambahan bisa dihasilkan.
Semakin besar dissonansi, semakin besar kebutuhan untuk menguranginya. Contoh, semakin perokok tidak konsisten dengan pengetahuannya mengenai efek negatif merokok, semakin besar dorongan untuk berhenti merokok. Dissonansi itu sendiri merupakan hasil dari dua variabel lain, kepentingan elemen kognitif dan sejumlah elemen yang terlibat dalam hubungan yang dissonan. Dengan kata lain, jika kita mempunyai beberapa hal yang tidak konsisten dan jika itu penting untuk kita, kita akan mengalami dissonansi yang lebih besar. Jika kesehatan tidak penting, pengetahuan bahwa merokok itu buruk bagi kesehatan kemungkinan tidak mempengaruhi perilaku perokok secara aktual.
Kebanyakan teori dan riset mengenai dissonansi kognitif disekitar situasi yang bervariasi dimana dissonansi sebenarnya dihasilkan. Ini memasukkan situasi seperti pembuatan keputusan, persetujuan yang terpaksa, inisiatif, dukungan sosial, dan usaha yang sungguh-sungguh.
Jumlah dissonansi sebuah pengalaman sebagai hasil keputusan bergantung pada empat variabel, pertama dan yang terpenting yaitu keputusan. Keputusan tertentu, yaitu seperti ketinggalan sarapan, mungkin tidak dan menghasilkan sedikit dissonansi, tetapi membeli mobil dapat menghasilkan banyak dissonansi.
Variabel kedua adalah sifat menarik alternatif yang dipilih. Hal lain yang mirip, bahwa semakin kurang atraktif alternatif pilihan, semakin besar dissonansi. Kita kemungkinan akan menderita lebih banyak dissonansi dari membeli mobil butut daripada mobil yang masih mulus.
Ketiga, semakin besar sifat atraktif yang diketahui dari alternatif yang dipilih, semakin terasa dissonansi. Jika kita berharap kita dapat menabung untuk pergi ke Eropa disamping membeli mobil, kita akan menderita dissonansi.
Keempat, semakin tinggi tingkat similaritas atau tumpang tindih diantara alternatif, semakin kurang dissonansi. Jika kita berdebat diantara dua mobil yang sama, membuat keputusan dengan bertujuan pada salah satu tidak akan menghasilkan banyak dissonansi, tetapi jika kita memutuskan antara membeli mobil dan pergike Eropa, kita akan memiliki banyak dissonansi.
Teori dissonansi juga membuat beberapa prediksi lain. Teori itu meramalkan, misalnya, bahwa semakin sulit inisiatif seseorang terhadap kelompok, semakin besar komitmen orang itu untuk berkembang. Semakin banyak dukungan sosial yang seseorang terima dari teman terhadap ide atau tindakan, semakin besar tekanan untuk percaya pada ide atau tindakan itu. Semakin besar jumlah usaha yang diterapkan dalam tugas, semakin orang akan merasionalisasi nilai tugas tersebut.

5.      Teori self disclosure

Disclosure dan understanding merupakan tema penting dalam teori komunikasi pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagian besar sebagai konsekuensi aliran humanistik dalam psikologi, sebuah ideologi “honest communication” muncul, dan beberapa dari pemikiran kita tentang apa yang membuat komunikasi interpersonal itu baik dipengaruhi oleh gerakan ini. Didorong oleh karya Carl Rogers, disebut Third Force begitu dalam psikologi menyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti pemahaman diri dan orang lain dan bahwa pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar.
Menurut psikologi humanistik, pemahaman interpersonal terjadi melalui self-disclosure, feedback, dan sensitivitas untuk mengenal / mengetahui orang lain. Misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan perasaannya, miskin feedback, serta self disclosure yang ditahan.
Banyak riset pengenalan diri muncul dari gerakan humanistik ini. Seorang teoritisi yang menggali proses self-disclosure ini adalah Sidney Jourard. Uraiannya bagi kemanusiaan sifatnya terbuka dan transparan. Transparansi berarti membiarkan dunia untuk mengenal dirinya secara bebas dan pengenalan diri seseorang pada orang lain. Hubungan interpersonal yang ideal menyuruh orang agar membiarkan orang lain mengalami mereka sepenuhnya dan membuka untuk mengalami orang lain sepenuhnya.
Jourard mengembangkan gagasan ini setelah mengamati bahwa sakit mental cenderung tertutup bagi dunia. Dia menemukan bahwa mereka menjadi sehat ketika mereka bersedia mengenalkan dirinya pada ahli terapi. Kemudian, Jourard menyamakan kesakitan (sickness) dengan ketertutupan dan kesehatan dengan
transparansi. Jourard melihat pertumbuhan – pergerakan orang menuju cara
berperilaku yang baru- sebagai hasil langsung dari keterbukaan pada dunia. Orang yang sakit sifatnya tetap dan stagnan; pertumbuhan orang akan sampai pada posisi hidup baru. Selanjutnya, perubahan merupakan esensi dari pertumbuhan personal.
Personal growth melekat pada komunikasi interpersonal sebab dunia merupakan sosial yang sangat luas. Untuk menerima perubahan seseorang itu sendiri meminta kita untuk menetapkan bahwa kita juga diterima oleh orang lain. Pertumbuhan akan sulit jika orang-orang di sekitar kita tidak membuka untuk penerimaan kita sendiri.
Sekarang kita mengerti self-disclosure sebagai proses yang lebih kompleks daripada yang dilakukan pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagai contoh pemikiran terbaru atas subyek ini, Sandra Petronio meletakkan secara bersamaan serangkaian ide mengenai kompleksitas self-disclosure dalam relationship. Teori ini berdasar pada risetnya sendiri dan survey pada sejumlah banyak kajian lain dengan topik pengembangan hubungan dan disclosure. Dia menerapkan teori ini pada pasangan yang menikah khususnya, selain juga dapat diterapkan pada bermacam-macam; hubungan.
Menurut Petronio, individu terlibat dalam hubungan secara konstan menjadi bagian dalam proses pengaturan yang membatasi antara publik dan privat, antara perasaan dan pikiran yang mereka mau berbagi dengan sang patner dengan perasaan dan pikiran yang tidak mau mereka bagi.
Permainan diantara kebutuhan untuk berbagi dan kebutuhan untuk melindungi diri ini sifatnya konstan dan mendorong pasangan untuk membicarakan dan mengkoordinasi batasan mereka. Kapan kita diketahui dan kapan tidak ? dan ketika pasangan memberitahukan informasi personal, bagaimana kita merespon ?
Ketika orang memberi tahu sesuatu, dia sedang membuat permintaan pada orang lain untuk meresponnya dengan sesuai. Demand / permintaan dan respond perlu dikoordinasi. Ketika kita memberi tahu sesuatu pada patner kita, dia dapat merespon dalam cara yang membantu kualitas hubungan dan kebahagiaan atau dalam cara yang tidak begitu.
Selanjutnya, pengaturan batasan memerlukan pertimbangan dan pikiran. Orang membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan untuk memberi tahu, dan mereka memutuskan mengenai bagaimana merespon permintaan orang lain. Bermacam-macam strategi langsung dan tidak langsung dapat diusahakan, dan problem yang berulang bagi pasangan yaitu mengkoordinasi jenis-jenis disclosure dan respon yang mereka gunakan. Contoh, ketika kita membuat disclosure yang langsung dan jelas, kita biasanya menginginkan respon yang juga langsung dan jelas, dan ketika kita membuat disclosure yang samar dan implisit, kita mungkin ingin diberi lebih banyak waktu untuk mendalami situasi, mungkin secara coba-coba, dengan patner kita.
Sejauh ini, semua teori yang dibahas menunjukkan bagaimana pentingnya informasi dalam penguatan hubungan. Kita kadang-kadang memantau informasi yang disediakan oleh orang lain dan memberi informasi mengenai diri kita sendiri.

6.      Teori penetrasi sosial

Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan hubungan adalah penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan menjadi labih akrab seiring waktu ketika patner memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri. Selanjutnya, social penetration merupakan proses peningkatan disclosure dan keakraban dalam hubungan. Altman dan Taylor (1973) mengemukakan suatu model perkembangan hubungan yang disebut social penetration atau penetrasi social, yaitu suatu proses di mana orang saling mengenal satu dengan lainnya. Model ini selain melibatkan self-disclosure juga menjelaskan bilamana harus melakukan self-disclosure dalam perkembangan hubungan. Penetrasi merupakan proses bertahap, dimulai dari komunikasi basa-basi yang tidak akrab dan terus berlangsung hingga menyangkut topic pembicaraan yang lebih pribadi/akrab, seiring dengan berkebangnya hubungan. Di sini orang akan membiarkan orang lain untuk lebih mengenal dirinya secara bertahap. Dalam proses ini biasanya orang akan menggunakan persepsinya untuk menilai keseimbangan antara upaya dan ganjaran (costs and rewards) yang diterimanya atas pertukaran yang terus berlangsung untuk memperkirakan proses hubungan mereka. Jika perkiraan tersebut menjanjikan kesenangan/keuntungan, maka mereka secara bertahap akan bergerak menuju tingkat hubungan yang lebih akrab.

Altman dan Taylor menggunakan bawang merah (onion) sebagai analogi untuk menjelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupas lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Lapisan luar berisi informasi superficial seperti nama, alamat atau umur. Ketika lapisan-lapisan ini sudah terkelupas; kita semakin mendekati lapisan terdalam yang berisi informasi yang lebih mendasar tentang kepribadian. Altman dan Taylor juga mengemukakan adanya dimensi “keleluasaan” dan “kedalaman” dari jenis-jenis informasi, yang menjelaskan bahwa pada setiap lapisan kepribadian. Keleluasaan mengacu pada banyaknya jenis-jenis informasi pada lapisan tertentu yang dapat diketahui oleh orang lain dalam pengembangan hubungan. Dimensi kedalaman mengacu pada lapisan informasi mana (yang lebih pribadi atau superficial) yang dapat dikemukakan pada orang lain. Kedalaman ini akan diasumsikan terus meniungkat sejalan dengan perkembangan hubungan. Model ini menggambarkan perkembangan hubungan sebagai suatu proses, dimana hubungan adalah sesuatu yang terus berlangsung dan berubah.

Altman dan Taylor menunjukkan bahwa perkembangan hubungan bukan hanya melibatkan peningkatan penetrasi sosial. Juga terlalu sering melibatkan keakraban yang menurun, ketidakteraturan, dan tanpa solusi. Altman dan Taylor menyarankan bahwa reward terkurangi dan cost meningkat pada level komunikasi yang lebih akrab, proses penetrasi sosial akan terbentuk dan hubungan akan mulai mengambil bagian.

7.      Process View.

Agak berbeda dengan teori sebelumnya, Steve Duck (1985) menganggap bahwa kualitas dan sifat hubungan dapat diperkirakan hanya dengan mengetahui atribut masing-masing sebagai individu dan kombinasi antara atribut-atribut tadi. Sebagai contoh, seorang ibu yang langsung menanggapi anaknya yang menangis akan membentuk hubungan ibu-anak yang berbeda dengan ibu lain yang menunggu sekian lama sebelum menanggapi anaknya yang menangis. Meskipun demikian mengetahui atribut masing-masing hanyalah salah satu aspek yang mempengaruhi hubungan. Untuk mengenali tahap (kualitas hubungan) yang terjadi kita dapat melihatnya dari bagaimana saling menanggapi. Lebih jauh Duck mengungkapkan bahwa hubungan tidak selalu berkembang dalam bentuk linear dan berjalan mulus, dan bahwa orang tidak selalu aktif mencari informasi mengenai partnernya, baisanya malahan informasi tersebut didapat secara kebetulan dan bukan sengaja dicari. Bagi Duck tidak semua hubungan akrab, tidak semua hubungan berkembang, dan hubungan dapat sekaligus stabil dan memuaskan.

8.      Social Exchange.

Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan mempengaruhi kontribusi orang lainnya. Thibaut dan Kelley, pencetus teori ini, mengemukakan bahwa yang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain. Dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan tetap memutuskan untuk tetap tingal dalam hubungan tersebut atau meninggalkannya (mempertahankan hubungan datau mengakhirinya). Ukuran bagi keseimbangan antara ganjaran dan upaya ini disebut comparisons level, dimana di atas ambang ukuran tersebut orang akan merasa puas dengan hubungannya. Misalnya kita beranggapan bahwa dasar dari persahabatan adalah kejujuran. Kita mengetahui bahwa sahabat kita berusaha untuk menipu, maka kita akan mempertimbangkan kembali hubungan persahabayan dengannya. Mungkin kita akan memutuskan untuk mengakhiri hubungan demi kebaikan, dengan kejujuran sebagai ambang ukuran, kita merasa bahwa ganjaran yang kita peroleh tidak sesuai dengan upaya kita untuk mempertahankan kejujuran dalam hubungan.
Sementara itu comparison level of alternatives merupakan hasil terendah/terburuk dalam konteks ganjaran dan upaya yang dapat ditolerir seseorang dengan mempertimbangkan alternative-alternatif yang dia miliki. Jika seseorang tidak banyak memiliki alternative hubungan maka dia akan memberikan standar yang cukup itu seringkali dirasakan merugikan bagi dirinya, namun karena tidak banyak memiliki alternative hubungan, dia akan berusaha mempertimbangkan hubungan tersebut. Sedangkan orang yang banyak memiliki alternative akan lebih mudah meninggalkan suatu hubungan bila dirasakan bahwa hubungan tersebut sudah tidak memuaskan lagi. Konsekuansi suatu hubungan dan konsekuaensi yang digunakan akan berubah seiring dengan perjalanan hubungan tersebut.
Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa orang selalu berusaha untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkannya. Tentunya kepentingan masing-masing orang akan dapat dipertemukan untuk dapat saling memuaskan daripada hubungan yang eksploitatif. Hubungan yang ideal akan terjadi bilamana kedua belah pihak dapat saling memberikan cukup keuntungan sehingga hubungan menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua belah pihak.

9.      Teori Hipotesis Kecocokan (Matching Hipothesis)

Walster dan Berscheid menjelaskan bahwa kita berkawan dan berkencan dengan mereka yang setara dengan kita dalam ha daya tarik fisik. Walaupun kita mungkin tertarik kepada orang-orang yang secara fisik paling menarik, kita berkencan dan berkawan dengan orang-orang yang mirip dengan kita dalam hal daya tarik fisik. Contoh kasus, Jika anda bertanya kepada sekelompok kawan, “Kepada siapa anda merasa tertarik?” mereka mungkin sekali akan menyebutkan nama-nama orang yang paling menarik yang mereka ketahui.

10.   Teori Saling Melengkapi (Complementarity)

Theodore Reik, berpendapat bahwa kita jatuh cinta kepada orang yang memiliki karakteristik yang tidak kita miliki dan bahwa sebenarnya kita merasa iri. Orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam situasi-situasi tertentu., Sebagai contoh, mahasiswa yang patuh dapat sangat cocok dengan seorang dosen yang agresif, tetapi mahasiswa ini tidak bias hidup cocok dengan istri atau suami yang agresif. Istri yang dominant mungkin cocok dengan suami yang penurut tetapi mungkin tidak cocok untuk beraul dengan teman yang penurut.
Teori ini meramalkan bahwa orang akan tertarik kepada mereka yang tidak serupa dengannya (artinya, tidak dogmatis).