DEFENISI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
KAP adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua
orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang
(Wiryanto, 2004).
Komunikasi Interpersonal (KIP) adalah interaksi orang ke orang, dua arah,
verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu
dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil (Febrina, 2008)
KIP Antara Dua Orang adalah komunikasi dari seseorang ke orang lain, dua arah
interaksi verbal dan nonverbal yang menyangkut saling berbagi informasi dan
perasaan.
KIP Antara Tiga Orang atau lebih, menyangkut komunikasi dari orang ke beberapa
oarng lain (kelompok kecil). Masing-masing anggota menyadari keberadaan anggota
lain, memiliki minat yang Pendekatan KAP
Tiga pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan:
1. Komponen-komponen utama.
2. Hubungan diadik.
3. Pengembangan
Komponen-Komponen Utama
Bittner (1985:10) menerangkan KAP berlangsung, bila pengirim menyampaikan
informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara
manusia (human voice).
Menurut Barnlund (dikutip dalam Alo Liliweri: 1991), ciri-ciri mengenali KAP
sebagai berikut:
1. Bersifat spontan.
2. Tidak berstruktur.
3. Kebetulan.
4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
5. Identitas keanggotaan tidak jelas.
6. Terjadi sambil lalu.
Hubungan Diadik
Hubungan diadik mengartikan KAP sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua
orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.
Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua
orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117).
Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi antara dua
orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi
ini adalah:
1. Spontan dan informal.
2. Saling menerima feedback secara maksimal.
3. Partisipan berperan fleksibel.
Trenholm dan Jensen (1995:227-228) mengatakan tipikal pola interaksi dalam
keluarga menunjukkan jaringan komunikasi.
Pengembangan
KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal
dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat KAP berpengaruh
terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga merubah sikap.
Efektifitas KAP
KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau
perilaku seseorang.
Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openess).
2. Empati (empathy).
3. Dukungan (supportiveness).
4. Rasa positif (positiveness).
5. Kesetaraan (equality).
Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback positif, negatif dan netral.
Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan gagasan.
David Berlo (1997:172) mengembangkan konsep empati menjadi teori komunikasi.
Empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah:
1. Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya.
2. Tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik.
3. Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana
merespon informasi, serta mengembangkan harapan-harapan tingkah laku partisipan
komunikasi.
4. Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku
empati.
Berlo membagi teori empati menjadi dua:
1.Teori Penyimpulan(inference theory), orang dapat mengamati atau
mengidentifikasi perilakunya sendiri.
2. Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu
mengenal dan mengerti perilaku orang lain.
Tahapan proses empati :
1. Kelayakan (decentering).
2. Pengambilan peran (role taking).
3. Empati komuniksi (empathic communication).
Kelayakan (decentering)
Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan
mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain tersebut.
Pengambilan peran (role taking)
Mengidentifikasikan orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri
melalui
orang lain.
Tingkatan dalam pengambilan peran:
1. Tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik
dari
norma dan nilai masyarakat.
2. Tingkatan sosiologis (sociological level), mendasarkan pada asumsi sebagian
kelompok budaya.
3. Tingkatan psikologis (psycological level), mendasarkan pada apa yang dialami
oleh individu.
Empati komunikasi (empathic communication)
Empati komunikasi meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses
yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima.
Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran interaksionisme
simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar
makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi dirinya.
1.
Teori fungsional.
Kata fungsional disini hakekatnya ini bukanlah sebuah teori, melainkan suatu
perspektif yang dapat digunakan sebagai pijakan teori. Beberapa teori
komunikasi menggunakan perspektif fungsional ini.
2. Teori-teori Struktural dan
Fungsional
Bagian ini memasukkan kelompok utama pendekatan-pendekatan yang tergabung
secara samar dalam ilmu sosial. Meski makna istilah strukturalisme dan
fungsionalisme kurang begitu tepat, tetapi keduanya percaya bahwa struktur
sosial adalah hal yang nyata dan berfungsi dalam cara yang dapat diamati secara
objektif.
Sebagai contoh, pengamat komunikasi mungkin berasumsi bahwa hubungan personal
merupakan sesuatu yang nyata dengan bagian-bagian yang disusun secara khusus,
seperti juga rumah yang merupakan suatu yang nyata dengan material yang disusun
sesuai rencana. Disini hubungan dilihat sebagai struktur sosial. Pengamat akan
berasumsi lebih jauh bahwa hubungan yang ada bersifat tidak statis tetapi
memiliki atribut seperti ikatan, ketergantungan, kekuatan, kepercayaan dan
sebagainya. Meskipun strukturalisme dan fungsionalisme seringkali
digabung, tetapi keduanya tetap berbeda dalam penekanannya. Strukturalisme yang
berakar pada linguistik, menekankan pada organisasi bahasa dan sistem sosial.
Fungsionalisme yang berakar pada biologi, menekankan pada cara-cara sistem yang
terorganisasi bekerja untuk menunjang dirinya. Sistem terdiri atas
variabel-variabel yang berhubungan timbal balik dengan variabel lain dalam
sebuah fungsi network. Perubahan pada satu variabel akan mengakibatkan
perubahan pada yang lain. Peletakan dua pendekatan ini secara bersama-sama
menghasilkan suatu gambaran sistem sebagai struktur elemen dengan hubungan yang
fungsional. Sebagai contoh, beberapa peneliti komunikasi organisasi menggunakan
pendekatan struktural-fungsional dalam kerja mereka. Mereka melihat organisasi
sebagai suatu sistem dimana bagian-bagian yang terkait membentuk departemen,
tingkatan, perilaku umum, suasana, aktivitas kerja dan produk.
3. Teori kebutuhan hubungan
interpersonal
Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan
Salah sastu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational
communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Apakah Sistem itu ? Suatu
sistem merupakan serangkaian hal yang saling berhubungan satu sama lain dan
membentuk suatu keseluruhan. Suatu sistem terdiri dari empat unsur. Yang
pertama yaitu obyek. Obyek adalah bagian, elemen, atau variabel dari sebuah
sistem. Bagian tersebut dapat berupa fisik atau abstrak atau keduanya,
bergantung pada hakekat sistem. Kedua, sistem terdiri dari sifat, kualitas,
atau ciri dari sistem dan obyeknya. Ketiga, suatu sisem mempunyai hubungan
internal diantara obyek-obyeknya. Ini merupakan karakteristik penting yang
membatasi kualitas sistem dan merupakan tema utama yang akan diuraikan secara
rinci pada bab ini. Keempat, sistem mempunyai lingkungan. Sistem tidak muncul
dalam ruang kosong tetapi dipengaruhi oleh lingkungannya.
Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk
membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan
mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal.
4. Teori disonansi kognitif
Teori Leon Festinger mengenai dissonansi kognitif merupakan salah satu teori
yang paling penting dalam sejarah psikologi sosial. Selama bertahun-tahun teori
ini menghasilkan sejumlah riset dan mengisi aliran kritik, interpretasi, dan
extrapolasi.
Festinger mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk sikap, persepsi,
pengetahuan, dan perilaku. Tahap pertama yaitu posisi nol, atau irrelevant,
kedua yaitu konsisten, atau consonant dan ketiga yaitu inkonsisten, atau
dissonant. Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti
yang lain. Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kes ehatan, mereka tidak
berharap kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa
berlaku b agi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten
dan yang tidak konsisten dalam sistem psik ologis orang itu sendiri.
Dua premis yang menolak aturan teori dissonansi. Pertama yaitu bahwa dissonansi
menghasilkan ketegangan atau penekanan yang menekan individu agar berubah
sehingga dissonansi terkurangi. Kedua, ketika dissonansi hadir, individu tidak
hanya berusaha menguranginya, melainkan juga akan menghindari situasi dimana
dissonansi tambahan bisa dihasilkan.
Semakin besar dissonansi, semakin besar kebutuhan untuk menguranginya. Contoh,
semakin perokok tidak konsisten dengan pengetahuannya mengenai efek negatif
merokok, semakin besar dorongan untuk berhenti merokok. Dissonansi itu sendiri
merupakan hasil dari dua variabel lain, kepentingan elemen kognitif dan
sejumlah elemen yang terlibat dalam hubungan yang dissonan. Dengan kata lain,
jika kita mempunyai beberapa hal yang tidak konsisten dan jika itu penting
untuk kita, kita akan mengalami dissonansi yang lebih besar. Jika kesehatan
tidak penting, pengetahuan bahwa merokok itu buruk bagi kesehatan kemungkinan
tidak mempengaruhi perilaku perokok secara aktual.
Kebanyakan teori dan riset mengenai dissonansi kognitif disekitar situasi yang
bervariasi dimana dissonansi sebenarnya dihasilkan. Ini memasukkan situasi
seperti pembuatan keputusan, persetujuan yang terpaksa, inisiatif, dukungan
sosial, dan usaha yang sungguh-sungguh.
Jumlah dissonansi sebuah pengalaman sebagai hasil keputusan bergantung pada
empat variabel, pertama dan yang terpenting yaitu keputusan. Keputusan
tertentu, yaitu seperti ketinggalan sarapan, mungkin tidak dan menghasilkan sedikit
dissonansi, tetapi membeli mobil dapat menghasilkan banyak dissonansi.
Variabel kedua adalah sifat menarik alternatif yang dipilih. Hal lain yang
mirip, bahwa semakin kurang atraktif alternatif pilihan, semakin besar
dissonansi. Kita kemungkinan akan menderita lebih banyak dissonansi dari
membeli mobil butut daripada mobil yang masih mulus.
Ketiga, semakin besar sifat atraktif yang diketahui dari alternatif yang
dipilih, semakin terasa dissonansi. Jika kita berharap kita dapat menabung
untuk pergi ke Eropa disamping membeli mobil, kita akan menderita dissonansi.
Keempat, semakin tinggi tingkat similaritas atau tumpang tindih diantara
alternatif, semakin kurang dissonansi. Jika kita berdebat diantara dua mobil
yang sama, membuat keputusan dengan bertujuan pada salah satu tidak akan
menghasilkan banyak dissonansi, tetapi jika kita memutuskan antara membeli
mobil dan pergike Eropa, kita akan memiliki banyak dissonansi.
Teori dissonansi juga membuat beberapa prediksi lain. Teori itu meramalkan,
misalnya, bahwa semakin sulit inisiatif seseorang terhadap kelompok, semakin
besar komitmen orang itu untuk berkembang. Semakin banyak dukungan sosial yang
seseorang terima dari teman terhadap ide atau tindakan, semakin besar tekanan
untuk percaya pada ide atau tindakan itu. Semakin besar jumlah usaha yang
diterapkan dalam tugas, semakin orang akan merasionalisasi nilai tugas
tersebut.
5. Teori self disclosure
Disclosure dan understanding merupakan tema penting dalam teori komunikasi pada
tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagian besar sebagai konsekuensi aliran humanistik
dalam psikologi, sebuah ideologi “honest communication” muncul, dan beberapa
dari pemikiran kita tentang apa yang membuat komunikasi interpersonal itu baik
dipengaruhi oleh gerakan ini. Didorong oleh karya Carl Rogers, disebut Third
Force begitu dalam psikologi menyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti
pemahaman diri dan orang lain dan bahwa pengertian hanya dapat terjadi dengan
komunikasi yang benar.
Menurut psikologi humanistik, pemahaman interpersonal terjadi melalui
self-disclosure, feedback, dan sensitivitas untuk mengenal / mengetahui orang
lain. Misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh
ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan
perasaannya, miskin feedback, serta self disclosure yang ditahan.
Banyak riset pengenalan diri muncul dari gerakan humanistik ini. Seorang
teoritisi yang menggali proses self-disclosure ini adalah Sidney Jourard.
Uraiannya bagi kemanusiaan sifatnya terbuka dan transparan. Transparansi
berarti membiarkan dunia untuk mengenal dirinya secara bebas dan pengenalan
diri seseorang pada orang lain. Hubungan interpersonal yang ideal menyuruh
orang agar membiarkan orang lain mengalami mereka sepenuhnya dan membuka untuk
mengalami orang lain sepenuhnya.
Jourard mengembangkan gagasan ini setelah mengamati bahwa sakit mental
cenderung tertutup bagi dunia. Dia menemukan bahwa mereka menjadi sehat ketika
mereka bersedia mengenalkan dirinya pada ahli terapi. Kemudian, Jourard
menyamakan kesakitan (sickness) dengan ketertutupan dan kesehatan dengan
transparansi. Jourard melihat pertumbuhan – pergerakan orang menuju cara
berperilaku yang baru- sebagai hasil langsung dari keterbukaan pada dunia.
Orang yang sakit sifatnya tetap dan stagnan; pertumbuhan orang akan sampai pada
posisi hidup baru. Selanjutnya, perubahan merupakan esensi dari pertumbuhan
personal.
Personal growth melekat pada komunikasi interpersonal sebab dunia merupakan
sosial yang sangat luas. Untuk menerima perubahan seseorang itu sendiri meminta
kita untuk menetapkan bahwa kita juga diterima oleh orang lain. Pertumbuhan
akan sulit jika orang-orang di sekitar kita tidak membuka untuk penerimaan kita
sendiri.
Sekarang kita mengerti self-disclosure sebagai proses yang lebih kompleks
daripada yang dilakukan pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagai contoh pemikiran
terbaru atas subyek ini, Sandra Petronio meletakkan secara bersamaan
serangkaian ide mengenai kompleksitas self-disclosure dalam relationship. Teori
ini berdasar pada risetnya sendiri dan survey pada sejumlah banyak kajian lain
dengan topik pengembangan hubungan dan disclosure. Dia menerapkan teori ini
pada pasangan yang menikah khususnya, selain juga dapat diterapkan pada
bermacam-macam; hubungan.
Menurut Petronio, individu terlibat dalam hubungan secara konstan menjadi
bagian dalam proses pengaturan yang membatasi antara publik dan privat, antara
perasaan dan pikiran yang mereka mau berbagi dengan sang patner dengan perasaan
dan pikiran yang tidak mau mereka bagi.
Permainan diantara kebutuhan untuk berbagi dan kebutuhan untuk melindungi diri
ini sifatnya konstan dan mendorong pasangan untuk membicarakan dan
mengkoordinasi batasan mereka. Kapan kita diketahui dan kapan tidak ? dan
ketika pasangan memberitahukan informasi personal, bagaimana kita merespon ?
Ketika orang memberi tahu sesuatu, dia sedang membuat permintaan pada orang
lain untuk meresponnya dengan sesuai. Demand / permintaan dan respond perlu
dikoordinasi. Ketika kita memberi tahu sesuatu pada patner kita, dia dapat
merespon dalam cara yang membantu kualitas hubungan dan kebahagiaan atau dalam
cara yang tidak begitu.
Selanjutnya, pengaturan batasan memerlukan pertimbangan dan pikiran. Orang
membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan untuk memberi tahu, dan mereka
memutuskan mengenai bagaimana merespon permintaan orang lain. Bermacam-macam
strategi langsung dan tidak langsung dapat diusahakan, dan problem yang
berulang bagi pasangan yaitu mengkoordinasi jenis-jenis disclosure dan respon
yang mereka gunakan. Contoh, ketika kita membuat disclosure yang langsung dan
jelas, kita biasanya menginginkan respon yang juga langsung dan jelas, dan
ketika kita membuat disclosure yang samar dan implisit, kita mungkin ingin
diberi lebih banyak waktu untuk mendalami situasi, mungkin secara coba-coba,
dengan patner kita.
Sejauh ini, semua teori yang dibahas menunjukkan bagaimana pentingnya informasi
dalam penguatan hubungan. Kita kadang-kadang memantau informasi yang disediakan
oleh orang lain dan memberi informasi mengenai diri kita sendiri.
6. Teori penetrasi sosial
Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan hubungan adalah
penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan menjadi
labih akrab seiring waktu ketika patner memberitahukan semakin banyak informasi
mengenai mereka sendiri. Selanjutnya, social penetration merupakan proses
peningkatan disclosure dan keakraban dalam hubungan. Altman dan Taylor (1973) mengemukakan suatu model
perkembangan hubungan yang disebut social penetration atau penetrasi social,
yaitu suatu proses di mana orang saling mengenal satu dengan lainnya. Model ini
selain melibatkan self-disclosure juga menjelaskan bilamana harus melakukan
self-disclosure dalam perkembangan hubungan. Penetrasi merupakan proses bertahap, dimulai dari
komunikasi basa-basi yang tidak akrab dan terus berlangsung hingga menyangkut
topic pembicaraan yang lebih pribadi/akrab, seiring dengan berkebangnya
hubungan. Di sini orang akan membiarkan orang lain untuk lebih mengenal dirinya
secara bertahap. Dalam proses ini biasanya orang akan menggunakan persepsinya
untuk menilai keseimbangan antara upaya dan ganjaran (costs and rewards) yang
diterimanya atas pertukaran yang terus berlangsung untuk memperkirakan proses
hubungan mereka. Jika perkiraan tersebut menjanjikan kesenangan/keuntungan,
maka mereka secara bertahap akan bergerak menuju tingkat hubungan yang lebih
akrab.
Altman dan Taylor menggunakan bawang merah (onion)
sebagai analogi untuk menjelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling
mengelupas lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Lapisan luar
berisi informasi superficial seperti nama, alamat atau umur. Ketika
lapisan-lapisan ini sudah terkelupas; kita semakin mendekati lapisan terdalam
yang berisi informasi yang lebih mendasar tentang kepribadian. Altman dan
Taylor juga mengemukakan adanya dimensi “keleluasaan” dan “kedalaman” dari
jenis-jenis informasi, yang menjelaskan bahwa pada setiap lapisan kepribadian.
Keleluasaan mengacu pada banyaknya jenis-jenis informasi pada lapisan tertentu
yang dapat diketahui oleh orang lain dalam pengembangan hubungan. Dimensi
kedalaman mengacu pada lapisan informasi mana (yang lebih pribadi atau
superficial) yang dapat dikemukakan pada orang lain. Kedalaman ini akan
diasumsikan terus meniungkat sejalan dengan perkembangan hubungan. Model ini
menggambarkan perkembangan hubungan sebagai suatu proses, dimana hubungan
adalah sesuatu yang terus berlangsung dan berubah.
Altman dan Taylor menunjukkan bahwa perkembangan hubungan bukan hanya
melibatkan peningkatan penetrasi sosial. Juga terlalu sering melibatkan
keakraban yang menurun, ketidakteraturan, dan tanpa solusi. Altman dan Taylor
menyarankan bahwa reward terkurangi dan cost meningkat pada level komunikasi
yang lebih akrab, proses penetrasi sosial akan terbentuk dan hubungan akan
mulai mengambil bagian.
7. Process View.
Agak berbeda dengan teori sebelumnya, Steve Duck (1985) menganggap bahwa
kualitas dan sifat hubungan dapat diperkirakan hanya dengan mengetahui atribut
masing-masing sebagai individu dan kombinasi antara atribut-atribut tadi.
Sebagai contoh, seorang ibu yang langsung menanggapi anaknya yang menangis akan
membentuk hubungan ibu-anak yang berbeda dengan ibu lain yang menunggu sekian
lama sebelum menanggapi anaknya yang menangis. Meskipun demikian mengetahui atribut
masing-masing hanyalah salah satu aspek yang mempengaruhi hubungan. Untuk
mengenali tahap (kualitas hubungan) yang terjadi kita dapat melihatnya dari
bagaimana saling menanggapi. Lebih jauh Duck mengungkapkan bahwa hubungan tidak
selalu berkembang dalam bentuk linear dan berjalan mulus, dan bahwa orang tidak
selalu aktif mencari informasi mengenai partnernya, baisanya malahan informasi
tersebut didapat secara kebetulan dan bukan sengaja dicari. Bagi Duck tidak
semua hubungan akrab, tidak semua hubungan berkembang, dan hubungan dapat
sekaligus stabil dan memuaskan.
8. Social Exchange.
Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan
mempengaruhi kontribusi orang lainnya. Thibaut dan Kelley, pencetus teori ini,
mengemukakan bahwa yang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain. Dengan
mempertimbangkan konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan
upaya yang telah dilakukan, orang akan tetap memutuskan untuk tetap tingal
dalam hubungan tersebut atau meninggalkannya (mempertahankan hubungan datau
mengakhirinya). Ukuran bagi keseimbangan antara ganjaran dan upaya ini disebut
comparisons level, dimana di atas ambang ukuran tersebut orang akan merasa puas
dengan hubungannya. Misalnya kita beranggapan bahwa dasar dari persahabatan
adalah kejujuran. Kita mengetahui bahwa sahabat kita berusaha untuk menipu,
maka kita akan mempertimbangkan kembali hubungan persahabayan dengannya.
Mungkin kita akan memutuskan untuk mengakhiri hubungan demi kebaikan, dengan
kejujuran sebagai ambang ukuran, kita merasa bahwa ganjaran yang kita peroleh
tidak sesuai dengan upaya kita untuk mempertahankan kejujuran dalam hubungan.
Sementara itu comparison level of alternatives merupakan
hasil terendah/terburuk dalam konteks ganjaran dan upaya yang dapat ditolerir
seseorang dengan mempertimbangkan alternative-alternatif yang dia miliki. Jika
seseorang tidak banyak memiliki alternative hubungan maka dia akan memberikan
standar yang cukup itu seringkali dirasakan merugikan bagi dirinya, namun
karena tidak banyak memiliki alternative hubungan, dia akan berusaha
mempertimbangkan hubungan tersebut. Sedangkan orang yang banyak memiliki
alternative akan lebih mudah meninggalkan suatu hubungan bila dirasakan bahwa
hubungan tersebut sudah tidak memuaskan lagi. Konsekuansi suatu hubungan dan
konsekuaensi yang digunakan akan berubah seiring dengan perjalanan hubungan
tersebut.
Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang
perhitungan antara ganjaran dan upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa orang
selalu berusaha untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih
lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkannya.
Tentunya kepentingan masing-masing orang akan dapat dipertemukan untuk dapat
saling memuaskan daripada hubungan yang eksploitatif. Hubungan yang ideal akan
terjadi bilamana kedua belah pihak dapat saling memberikan cukup keuntungan
sehingga hubungan menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua
belah pihak.
9. Teori Hipotesis Kecocokan
(Matching Hipothesis)
Walster dan Berscheid menjelaskan bahwa kita berkawan dan berkencan dengan
mereka yang setara dengan kita dalam ha daya tarik fisik. Walaupun kita mungkin
tertarik kepada orang-orang yang secara fisik paling menarik, kita berkencan
dan berkawan dengan orang-orang yang mirip dengan kita dalam hal daya tarik
fisik. Contoh kasus, Jika anda bertanya kepada sekelompok kawan, “Kepada siapa
anda merasa tertarik?” mereka mungkin sekali akan menyebutkan nama-nama orang
yang paling menarik yang mereka ketahui.
10. Teori Saling Melengkapi
(Complementarity)
Theodore Reik, berpendapat bahwa kita jatuh cinta kepada orang yang memiliki
karakteristik yang tidak kita miliki dan bahwa sebenarnya kita merasa iri.
Orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam situasi-situasi
tertentu., Sebagai contoh, mahasiswa yang patuh dapat sangat cocok dengan
seorang dosen yang agresif, tetapi mahasiswa ini tidak bias hidup cocok dengan
istri atau suami yang agresif. Istri yang dominant mungkin cocok dengan suami
yang penurut tetapi mungkin tidak cocok untuk beraul dengan teman yang penurut.
Teori ini meramalkan bahwa orang akan tertarik kepada mereka yang tidak serupa
dengannya (artinya, tidak dogmatis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar